Fajar Erid

selamat datang sahabat

KABATTUANTA, Diatas papan peraduan malam sunyi Berbiaskan makam-makam tua Nama-nama kecil yang enggang terlukiskan Dalam ingatan waktu Terdengar tawa-tawa tumanurung ri boting langi Mendengdangkan musik penghibur larah Dari instrument darah tu barania Diperaduan dewata malabbiria Tertidurkan mantera-mantera bissu’ Dua api kecil Melahirkan jiwa ketiga

Kultural Masyarakat Adat Kajang Yang Menaruh Perhatian Dunia



                           Kultural Masyarakat Adat Kajang Yang Menaruh Perhatian Dunia
                                                             Minggu,12 Juli 2015
Oleh:Fajar Erid

Kajang merupakan salah satu daerah  adat yang dikenal banyak orang,kelompok,Negara,dari sekian banyak daerah adat di Indonesia.Kajang terletak diwilayah selatan selatan provinsi Sulawesi selatan tepatnya dikabupaten Bulukumba kec.kajang dan berbatasan dengan kab. Sinjai.kec kajang berpendudukan kurang lebih 10000 jiwa penduduk yang masing-masing tinggal didesa yan berbeda dalam satu kecamatan,yakni kecamatan kajang.Kehidupan mereka dari sektor ekonomi juga beragam,ada yang berpropesi sebagai petani,peternak,pedagan,pegawai negri sipil,politik dan lain-lain.Keragaman propesi tersebut diasumsikan berdasarkan kecakapan atau skil serta sumber Daya manusia yang dimiliki tiap individu,sehingga memiliki keragaman  untuk kelangsungan hidupnya.
Namun ketika menelusuri kecamatan kajang untuk melihat lebih dalam,kita akan menemukan suatu perilaku kehidupan yang unik didalam beberapa desa,diantaranya adalah desa Tana Toa.Di desa tana toa ini memiliki akar budaya yang kuat dalam kehidupannya.Salah satu bukti nyata yang dapat kita lihat mengenai keunikan tersebut adalalah pakaian yang melekat dalam diri masyarakat adat desa Tana Toa adalah pakaian hitam/passapu.Pakaian hitam/passapu merupakan salah satu tradisi budaya  adat kajang dari zaman dahulu hingga pada masa sekarang yang masih tetap terjaga dan menbudaya,dimana pada proses pembuatan pakaian hitam tersebut diolah masyarakat kajang dengan kemampuan yang dimiliki dan menggunakan peralatan yang sangat sederhana/manual,yakni dengan cara menenung tampa menggunakan peralatan modern seperti mesim jahit.
             Kehidupan masyarakat adat kajang berdasarkan pengamatan dan penelusuran pada daerah tersebut,kita bisa menilai kelakuan hidupnya sangat sederhana dan berpegang teguh pada prinsip hidup kesederhanaan,sehingga sampai hari ini hidupnya serba manual untuk menjaga tradisi masa lalunya.
Sebagai masyarakat Bulukumba,mestinya kita bangga dan mengapresiasi,menjaga, serta melindungi kearifan lokal yang masih utuh hingga sekarang,khususnya yang ada di Kajang,karna budaya adat tersebut merupakan kekayaan seni yang langka di tanah air,  jangan sampai rusak dan punah hanya karna ulah segelintir oknum dengan mendistorsi struktur aturan yang bernuansa politis yang pada akhirnya akan mengakibatkan kerapuhan ,kehancuran, kerusakan adat dan bahkan bisa berujung pada konflik berdarah.
            Sebelum semuanya terjadi,kita masyarakat bulukumba harus menyadari penuh dan menaruh perhatian khusus untuk menjaganya secara bersama-sama kekayaan adat nusantara yang ada di Bulukumba khususnya dikecamatan kajang.
Referensi:
Facebook:Fajar Erid
Email:fajarerid@yahoo.com
http://fajarerick.blogspot.com
Twitter:@FajarErid
Pin BB:
Instagram:Fajar_Erid


      

Daftar Riwayat Hidup/Curriculum Vitae(CV)


Daftar Riwayat Hidup/Curriculum Vitae(CV)


Nama                          :Fajar Erid
Jenis kelamin             : Laki-laki
TTL                            : Karassing,21 April 1993
Alamat Lengkap       :Dusun Pallantikang,Desa Karassing,Kecamatan Herlang,Kabupaten  Bulukumba
Agama                        :Islam
Kewarganegaraan    :Indonesia
Hobi                            : Membaca/Travelling
Facebook                    :Fajar Erid
Blog                            :http://fajarerick.blogspot.com
Twitter                       :@FajarErid
Pin BB                        :
Instagram                   :Fajar_Erid
E-mail/                        : Fajarerid@yahoo.com
Hp                               :082359150141
Golongan Darah       : B
Nama  Ortu               
Ayah                           :Ahmad
Ibu                              :Pujianti
Pekerjaan Ortu         :Wiraswasta/Ibu Rumah Tangga

Riwayat Pendidikan :
NO
Nama Sekolah/Perguruan Tinggi
Tahun Lulus
1
SDN 121 Ereinung
2004
2
SMPN 1 Mare Bone
2008
3
SMAN 1 Herlang
2011
4
S1 Keperawatan Stikes Panrita Husada Bulukumba
-



           
  Pengalaman Organisasi:

NO
Nama Organisasi
Jabatan
Keterangan
1
BEM STIkes panrita Husada Bulukumba
Ketua 2
(Bidang Eksternal)
2
PK PMII STIkes panrita Husada Bulukumba
Ketua 1
(Bidang Kadernisasi)
3
PC PMII Kabupaten Bulukumba Versi KLB
Ketua 2
(Bidang Eksternal)
4
PB Gerakan Pemuda Kesehatan(GPK) Bulukumba
Ketua Koordinator Bidang Kadernisasi
5
HIPMI PT Bulukumba
6
Ikatan Pemuda Bulukumba Timur(IPBT)
Ketua Umum

  Pengalaman Kepanitian:
1.Ketua Panitia Seminar Nasional Kesehatan Dengan Tema “Implementasi Undang-Undang Keperawatan Dalam Hal Peningkatan patient safety Dan peranan Bidan Terhadap Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Anak”Yang Diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) STIkes Panrita Husada Bulukumba Masa Khidmat 2014-2015
2. Panitia Kegiatan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa(LKM) Yang Diadakan Oleh Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) STIkes Panrita Husada Bulukumba Masa Khidmat 2014-2015.
3.Ketua Panitia Rapat Tahunan Komisariat I(RTK I)PMII STIkes Panrita Husada Bulukumba Masa Khidmat 2014-2015
4.Ketua Panitia Masa Penerimaan Anggota Baru(MAPABA) PMII Komisariat STIkes Panrita Husada Bulukumba Ke-1(Satu) Masa Khidmat 2014-2015
5.Ketua Panitia Bakti Sosial(Baksos) yang diadakan Oleh Gerakan Pemuda Kesehatan(GPK) 2014
6.Panitia Kegiatan Kemah Budaya 2013 Dengan Tema “Membangun Semangat Generasi Muda Yang Kreatif,Inovatif Serta Menjunjung Tinggi Nilai Budaya.
7.Panitia Kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa(LDKS) SMA Negeri 1 Herlang 2010.
8.Panitia Pengenalan Program Studi(PPS)2013-2014 Kampus STIkes Panrita Husada Bulukumba.
9.Panitia Pengenalan Program Studi(PPS)2014-2015 Kampus STIkes Panrita Husada Bulukumba.
10.Panitia Donor Darah Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) STIkes Panrita Husada Bulukumba Masa Khidmat 2014-2015 Bekerjasama UTD RSUD H.A.Sulthan Daeng Radja Bulukumba.

  Pengalaman Seminar dan Trainning :
1.International Health Seminar”Diabetic Stop Early Amputation Gentle Birth”
2.Seminar Nasional Kesehatan Dengan Tema” Implementasi Undang-Undang Keperawatan Dalam Hal Peningkatan patient safety Dan Peranan Bidan Terhadap Penurunan Angka Kematian Ibu dan Anak” Yang Diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) STIkes Panrita Husada Bulukumba Masa Khidmat 2014-2015.
3.Seminar Nasional Keperawatan Dengan Tema”Uji Kompetensi Dalam Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kesehatan”.
4.Seminar Nasional Kesehatan Dengan Tema “Meningkatkan Kinerja Tenaga Kesehatan Yang Profesional Di era BPJS”
5.Seminar Keperawatan Dengan Tema”Inisiasi Menyusu Dini Awal Keberhasilan ASI Eksklusif”.
6.Seminar Kebudayaan Dengan Tema “Mempertegas Identitas Budaya Lokal Bulukumba Dengan Merevitalisasi Bahasa Konjo”Dan Launching Buku sastra Berbahasa Konjo”Jeraq Pangngu’rangi(Makam Kenangan).
7.Mapaba Pengurus Komisariat(PK) PMII Tahun 2012.
8. Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa(LDKS) SMA Negeri 1 Herlang Tahun 2009.
9.Pelatihan Pembentukan Karakter Oleh Communication Learning Center(Lensa Komunika)Tahun 2013.
10.Pelatihan Motivasi(Motivation Training) Mahasiswa STIkes Panrita Husada Bulukumba Yang Dilaksanakan Oleh METPO Management 2014.
11.Latihan Kepemimpinan Mahasiswa(LKM) Yang Diadakan Oleh Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) STIkes Panrita Husada Bulukumba Masa Khidmat 2014-2015.
12.Praktik Klinik Sistem Cardiovaskuler Di RSUD H.A Sulthan Dg.Radja Kabupaten Bulukumba Tahun 2012.
14. Praktik Klinik Sistem Respirasy,Imun Dan Hematologi,Neurobihaviour   Di RSUD H.A Sulthan Dg.Radja Kabupaten Bulukumba Tahun 2012.
15. Praktik Klinik Sistem Sensori Persepsi,Endokrin,Dan Pencernaan Di RSUD H.A Sulthan Dg.Radja Kabupaten Bulukumba Tahun 2013.
16.Praktik Klinik Sistem Musculosceletal,Integument Di RSUD H.A Sulthan Dg.Radja Kabupaten Bulukumba Tahun 2013.
17.Praktik Klinik KMB Di RSUD Prof.Dr.Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Tahun 2014.
18. Praktik Klinik System Perkemihan Dan Reproduksi Di RSUD Prof.Dr.Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng Tahun 2014.
14.Praktik Anatomi System Di Fakultas Kedokteran UNHAS Tahun 2012.

Demikianlah CV ini Saya buat untuk dipergunakan sebagaimana Mestinya.
Wallahul Muwaffieq Ila Aqwamith Tharieq
Wassalamu alaikum Wr.Wb
Bulukumba,02 Juni 2015
Fajar Erid
TTD


Boronga Ri Kajang(Hutan Di Kajang)


Boronga ri Kajang (Hutan di Kajang)
15 April,2014
Oleh Fajar Erid
Suku Kajang Tana Toa berada di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan kurang lebih 200 km dari Kota Makassar (dulunya ; Ujung Pandang). Penduduknya beragama Islam, namun masih menganut ajaranPatuntung(animisme). Orang Kajang meyakini bahwa hutan mengandung kekuatan gaib yang dapat mensejahterakan dan sekaligus mendatangkan bencana apabila tidak dijaga kelestariannya. Keyakinan ini kemudian diwariskan secara turun temurun. Sejak kecil anak-anak selalu dipesan agar jangan masuk ke dalam hutan, kalau masuk hutan nanti bisa hilang. Proses doktrinisasi ini diperkuat melalui acara-acara ritual yang secara langsung bersentuhan dengan hutan. Keyakinan ini terus terjaga dan seringkali kejadian – kejadian aneh yang terjadi selalu dikaitkan dengan hutan (borong). Seiring berjalannya waktu, pentingnya keberadaan hutan mulai disadari oleh pemangku adat suku Kajang Tanatoa (Galla’ Kajang). Hutan - borong, selain memiliki kekuatan gaib juga adalah sumber air bagi lahan-lahan pertanian, sehingga keyakinan tersebut menjadi benteng kelestarian hutan.
Entah sejak kapan, kelembagaan Adat Ammatoa dengan struktur lembaga adat yang lengkap itu ada. Namun hingga saat ini tetap terpelihara walaupun tidak sedikit tekanan yang berusaha merubah dan menghilangkannya. Hal ini telah berlangsung selama ratusan tahun, The Patuntungs in The Mountains of Kajang, 1931 dalam Tamzil Ibrahim, (2001) mencatat bahwa telah terjadi pergantian Ammatoasebanyak 16 kali. Jika kita asumsikan setiap Ammatoa memimpin selama 10 tahun dengan jeda 3 tahun setiap pergantian pemimpin maka kelembagaan adat Ammatoa telah berlangsung selama kurang lebih 480 tahun. Berarti sejak tahun 1515 atau awal abad 16 Masehi budaya orang Kajang hingga saat ini tetap terpelihara, sungguh sangat fantastis. Hal menarik yang patut kita pelajari dalam perjalanan suku ini terkait dengan hutannya adalah bagaimana mereka bisa menjaga keberadaan hutan tersebut selama ratusan tahun??
Pola Hidup
Masyarakat adat kajang, memiliki pola hidup yang sangat berbasis kelestarian alam. Pola hidup ini berhubungan erat dengan keyakinan Patuntung yang tertuang dalam Pasang dan dijalankan secara taat oleh Ammatoa dibantu oleh para Galla. Bagi orang Kajang, dunia tempat kita ini hanyalah tempat persinggahan menuju kehidupan kekal akhirat. Untuk mencapai kekekalan itu hanya bisa dilakukan jika mereka menerapkan pola hidup sederhana – Tallasa Kamase-mase. Hidup sederhana bagi mereka adalah prinsip dasar – ideologi dalam melakoni hidup. Tallasa kamase-mase ini tercermin dalam Pasang
1. Ammentengko nu kamase-mase, accidongko nu kamase-mase, a’dakkako nu kamase-mase, a’meako nu kamase-mase artinya; berdiri engkau sederhana, duduk engkau sederhana, melangkah engkau sederhana, dan berbicara engkau sederhana.
2. Anre kalumannyang kalupepeang, rie kamase-masea, angnganre na rie, care-care na rie, pammalli juku na rie, koko na rie, bola situju-tuju. Artinya; Kekayaan itu tidak kekal, yang ada hanya kesederhanaan, makan secukupnya, pakaian secukupnya, pembeli ikan secukupnya, kebun secukupnya, rumah seadanya.
Pasang diataslah yang menjadi keyakinan hidup mereka, sehingga semua aspek kehidupan seperti makanan, pakaian, kebun, sawah, rumah serba sederhana tidak berlebihan termasuk dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Pemanfaatan Sumber daya Hutan
Orang kajang dalam menguasai dan mengurus hutan memiliki kearifan-kearifan yang dapat menjaga kualitas dan kuantitas hutan. Kearifan – kearifan tersebut bersumber dari pesan-pesan leluhur yang disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi. Pesan-pesan leluhur yang mengatur tentang pengelolaan hutan tertuang dalam pasang sebagaimana diutarakan sebagai berikut :’Jagai linoa lollong bonena, Kammayya tompa langika, Siagang rupataua, Siagang boronga’ Artinya : Peliharalah dunia beserta isinya, begitu juga langit, manusia dan hutan.Keyakinan inilah yang menyebabkan terjadinya hubungan harmonis antara hutan dan masyarakat dan alasan itu pula sehingga masyarakat menempatkan hutan sebagai bagian dari struktur kepercayaan mereka. Peran hutan bagi orang Kajang pertama, sebagai fungsi ritual yaitu salah satu mata rantai dari sistem kepercayaan yang memandang hutan sebagai suatu yang sakral. Konsekuensi dari kepercayaan tersebut tergambar pada upacara yang dilakukan dalam hutan, misalnya pelantikan pemimpin adat (ammatoa), attunu passaung (upacara kutukan bagi pelanggar adat), upacara pelepasan nazar dan upacara angnganro (bermohon kepadaTuriek Akrakna untuk suatu hajat baik individu maupun kolektif). Kedua, sebagai fungsi ekologis, dimana hutan dipandang sebagai pengatur tata air (appariek bosi, appariek tumbusu), menyebabkan hujan dan menimbulkan mata air.
Wilayah yang pertama diistilahkan sebagai Borong Karamaka atau hutan keramat, merupakan areal hutan yang tidak boleh dimanfaatkan secara langsung baik dalam bentuk hasil kayu maupun non kayu bahkan untuk masukpun tidak diperkenankan.
Wilayah kedua disebut sebagai Borong batasayya atau hutan pembatas, merupakan areal hutan yang pemanfaatannya dilakukan secara terbatas dalam bentuk hasil hutan berupa kayu dengan mekanisme pemanfaatan yang telah ditentukan oleh adat.
Wilayah yang ketiga adalah Borong luarayya yaitu zona pemanfaatan, didalamnya ditanami kayu-kayuan berupa bitti, dan tanaman kebun lain seperti coklat dan lain sebagainya.
Ketentuan Adat Dalam Pemanfaatan Hutan
Masyarakat adat Kajang menerapkan ketentuan-ketentuan adat dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pemanfaatan hutan. Dalam prakteknya penerapan ketentuan adat ini mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Ketentuan adat yang diberlakukan di wilayah adat ammatoa Kajang diberlakukan kepada seluruh komponen masyarakat tanpa kecuali. Ketentuan ini berlandaskan pesan leluhur yang disampaikan secara turun temurun. Ketentuan adat ini dipandang sebagai sesuatu yang baku (lebba) yang diterapkan kepada setiap pelanggar. Dalam hal ini pula berlaku sikap tegas (gattang) dalam arti konsekuen dengan aturan dan pelaksanaannya tanpa ada dispensasi, dalam pasang disebutkan : ‘Anre na’kulle nipinra-pinra punna anu lebba’ Artinya : Jika sudah menjadi ketentuan, tidak bisa dirubah lagi.
Faktor penentu tetap terpeliharanya kelestarian hutan adalah adanya penetapan aturan dan pemberlakuan sanksi-sanksi yang tegas. Pasang secara eksplisit melarang setiap tindakan yang mengarah pada kemungkinan rusaknya ekosistem hutan, seperti menebang kayu, memburu satwa, atau memungut hasil-hasil hutan. Pasang inilah yang memberikan ketentuan tersebut agar aturan yang ditetapkan berjalan dengan efektif. Aturan –aturan tersebut adalah Pertama, Cappa Ba’bala atau pelanggaran ringan, Cappa babbala diberlakukan terhadap pelanggar yang menebang pohon dari koko atau kebun warga masyarakat ammatoa. Hukumannya berupa denda enam real atau menurut mata uang Indonesia terhitung sebesar uang enam ratus ribu rupiah dan satu gulung kain putih.
Kedua, Tangnga Ba’bala atau pelanggaran sedang. Tangnga babbala merupakan sangsi untuk pelanggaran yang dilakukan dalam kawasan borong batasayya. Pengambilan kayu atau rotan atau apa saja dalam kawasan borong batasayya tanpa seizin ammatoa berarti melanggar aturan Tangnga babbala. Ketika seseorang diizinkan oleh ammatoa untuk mengambil sebatang pohon kemudian ternyata mengambil lebih banyak dari yang diizinkan, maka orang tersebut telah melanggar aturan Tangnga babbala. Jika seseorang melanggar aturan tangnga babbala akan dikenakan denda sebesar delapan real atau sebanding dengan delapan ratus ribu rupiah dengan mata uang Indonesia ditambah satu gulung kain putih.
Ketiga, Poko’ Ba’bala atau pelanggaran berat. Poko babbala diberlakukan kepada seluruh masyarakat yang bernaung dibawah kepemimpinan ammatoa jika melakukan pelanggaran berat menurut adat. Pelanggaran yang berhubungan dengan Borong Karamaka diatur dalam poko babbala. Jika masyarakat adat mengambil hasil hutan baik kayu maupun non kayu di dalam Borong karamaka secara langsung mendapat poko babbala. Poko babbala merupakan hukuman terberat dalam konsep aturan adat ammatoa. Masyarakat adat yang melakukan pelanggaran berat dikenai sanksi berupa denda dua belas real, dalam mata uang Indonesia sebesar satu juta dua ratus ribu rupiah, kain putih satu lembar dan kayu yang diambil dikembalikan ke dalam hutan.
Disamping sanksi berupa denda, hukuman adat yang sangat mempengaruhi kelestarian hutan adalah sanksi sosial berupa pengucilan. Hukuman ini bagi masyarakat adat kajang lebih menakutkan. Jika masyarakat melanggar poko babbala maka pemangku adat tidak akan menghadiri acara atau pesta yang dilangsungkan. Bagi mereka lebih baik dipenjara seumur hidup daripada harus kena poko babbala. Lebih menakutkan lagi karena sanksi pengucilan ini berlaku juga bagi seluruh keluarga sampai tujuh turunan. Ketika pemangku adat dan ammatoa tidak hadir maka setiap acara atau pesta yang berlangsung dianggap sia-sia.
Referensi:
Facebook:Fajar Erid
Email:fajarerid@yahoo.com
http://fajarerick.blogspot.com
Twitter:@FajarErid
Pin BB:
Instagram:Fajar_Erid


Kisah Perjalanan Hidupku


Kisah Perjalanan Hidupku
02 Mei2014
Oleh Fajar Erid


Hidup kita tak pernah lepas dari masalah. Masalah datang dan pergi untuk selalu memberikan kita tekanan agar selalu berpikir dan tak pernah menyerah dengan keadaan yang kita alami. setiap masalah yang datang selalu membawa kita pada episode sulit yang harus dilalui dan hadapi. Gampang memang untuk berbicara tapi sulit untuk melakukan.
Terkadang kita marah dan menyalahakn sapapun juga yang ada disekitar kita. Menyalahkan orang lainn adalah bentuk dari ketidak siapan kita dalam menghadapi masalah yang datang. Menyalahkan orang lain adalah jalan pintas untuk menyelesaikan masalah tanap melihat akar dari maslah tersebut. Tapi itulah manusia dengan segala keangkuhannya yang terkadang tak mau dan punya rasa gengsi untuk mengakui dan menyalahkan dirinya sendir.
Ada yang bilang masalah yang datang tak pernah lepas dari apa yang udah kita lakukan di masa lalu. Masa lalu adalah bagian yang tak bisa kita lepaskan begitu saja. masa lalu adalah sebuah cerminan siapa kita sebenernya, bukan saat sekarang ato masa yang akan datang. TEtapi bukan berarti seorang yang punya masa lalu yang negatif, kelam memiliki jati diri yang buruk, melainkan jika dia menyadari akan masa lalunya maka itu yang membangun jati dirinya sebenarnya.
Sekarang kita memang tak akan pernah lepas dari masalah dan masalah yang akan menaikkan level kehidupan kita. semakin rumit dan berat masalah yang kita hadapi akan membuat tingkat kehidupan kita semakin tinggi. jadi jangan pernah khawatir dengan keadaan kita. karena sebenernya kebahagiaan yang sempurna adalah kebahagiaan yang terdapat didalam masalah. kebahagiaan saat kita berada dalam masalah kita masih bisa tersenyum dan tetap merasa tenang, menghadapi semua yang datang menghampiri kita, senyuman dan ketenangan itulah sumber dari kebahagiaan kita.
huff.. saya hanya menulis untuk memotivasi diri saya sendiri. melihat sebuah masalah yang datang bertubi-tubi menjadi sebuah kenikmatan yang diberikan kepada saya yang menjadi pertanda bahwa masih ada yang menyayangi dan memperhatikan ku sehingga DIA memberikanku masalah agar aku terus berpikir dan menjadi lebih baek lagi
Referensi:
Facebook:Fajar Erid
Email:fajarerid@yahoo.com
http://fajarerick.blogspot.com
Twitter:@FajarErid
Pin BB:
Instagram:Fajar_Erid



Keyakinan Terhadap Patuntung Masyarakat Adat Kajang


KEYAKINAN TERHADAP PATUNTUNG
Sistem Pemerintahan di Butta Toa, Kajang
oleh Fajar Erid
A. Islam dan Patuntung
Di daerah Butta Toa, Kajang salah satu wilayah yang ada di Bulukumba terdapat suatu komunitas yang memiliki sistem pemerintahan dibawah pimpinan Ammatowa yang dikenal dengan nama Patuntung. Tentang nama Patuntung ini banyak penafsiran yang berbeda beda. Baik di daerah Kajang itu sendiri maupun oleh orang orang yang ada di luar wilayah Kajang. Sehingga ada yang menafsirkan bahwa patuntung itu adalah agama sehingga terkenallah agama Patuntung di Kajang. Hal hal seperti ini banyak pula dikenal di daerah daerah lain di Sulawesi Selatan, dan disebutnya agama baru atau sautu kepeercayaan lain di luar Islam ataupun Nasrani.
Kalau ditengok pola kehidupan masyarakat yang berdiam di Butta Toa, kenyataan menunjukkan bahwa mereka banyak melakukan upacara upacara dan perhubungan antara masyarakat dengan Ammatoa. Sepintas lalu memang kita melihat atau beranggapan bahwa Ammatoa itu seolah olah Dewa bagi masyarakat setempat karena ketaatan mereka terhadap Ammatoa tersebut. Dihubungkan pula dengan adanya kepercayaan tentang Positanayya yang dianggapnya suci dan sering pula diadakan upacara di temapat ini. Malah mereka menganggap bahwa positanayya sama istimewanya dengan Makkah. Selain dari pada itu, mereka sering melakukan upacara attowana di tempat tempat yang dianggapnya keramat misalnya pada batu, pohon, dan pinggir kali. Attowana atau memberikan sesajian berupa makanan pada yang dianggap berkuasa atau TuriE Ara’na, dengan tujuan agar mereka mendapatkan keselamatan.
Dengan tradisi tradisi masyarakat yang seperti itulah ditambah pula dengan cara cara berpakaiannya yang berbeda dengan masyarakat umum yang ada di sekitarnya, yakni berpakaian serba hitam. Hal inilah yang kemudian pada gilirannya memunculkan sangkaan bahwa mereka itu tidak memeluk agama Islam.
Masyarakatnya mengenal dan percaya kepada Pasang yang berasal dari Ammatowa melalui orang orang terdekatnya atau orang orang tua. Adapun inti dari Pasang itu ialah
  1. Anre nakkulle nialle tawwa Atuya ( tidak boleh mengganggu kepercayaan orang lain )
  2. Anre nakkulle abbura bura, allukka na botoro ( tidak boleh berbohong, menipu, mencuri dan berjudi ).
  3. Anre nakkulle ammuno paranta tau ( tidak boleh membunuh orang lain, kecuali terpaksa untuk membela harga diri ).
  4. Parallui sa’bara ( harus sabar ).
  5. Parallui tuna ( harus sopan dan rendah hati ).
  6. Parallui nihargai paranta rupa tau ( harus saling menghargai sesama manusia ).
  7. Parallui atunru tunru na nibantu paranta rupatau ( harus patuh dan rela membantu sesama manusia ).
  8. Parallui ni hargai paraturanna karaengnga, ada, na Ammatowa ( patuh kepada pemerintah, adat dan Ammatowa ).
Pappasang inilah yang mereka harus ikuti dan tunduk kepada pasang. Mereka yakin bahwa melanggar pasang akan berakibat buruk kepada pribadinya atau anggota keluargnya bahkan masyarakat seluruhnya.
Kalau kita kembali mengikuti sejarah perkembangan Butta Toa, maka orang orang yang bermukim di dalamnya sudah mengenal dan menganut agama Islam sebagaimana pada masyarakat Kajang lainnya. Cuma pada mereka itu ajaran Islam secara murni tidak dipraktekkan, karena tradisi masyarakat masih lebih besar pengaruhnya. Sehingga kaburlah ajaran ajaran Islam tersebut. Lagi pula ajaran Islam yang datang di daerah itu sudah melalui beberapa aliran.
Dalam perkembangan Agama Islam di daerah Sulawesi Selatan maka daerah Kajang yang salah satunya pertama mengenal Islam ( Noerduyn, 1972 : 96 ). Dato Tiro salah seorang penyebar Agama Islam di Sulawesi Selatan pernah singgah di Kajang, kemudian melanjutkan perjalanannya ke Tiro dan akhirnya menetap di daerah ini ( Palenkahu, 1970 : 17 ). Tetapi dalam perkembangan Agama Islam di Kajang setelah Dato Tiro sudah menetap di Tiro, salah seorang Ammatowa mengirim seorang utusan yang dianggap cerdas bernama Janggo to Jarre. Ia berangkat ke Luwu untuk mempelajari agama Islam. Setelah ia pulang ia membawa ajaran ajaran Islam yang telah dipelajarinya tetapi masih terbatas pada masalah berikut.
  1. Kattere artinya potong rambut yang bermaksud sebagai pertanda penedewasaan seseorang.
  2. Kallong Tedong yaitu tentang cara penyembelihan kerbau yang Islami.
Akan tetapi Ammatowa merasa bahwa ajaran ajaran Islam yang dibawa dari luwu itu belumlah sempurna, maka sekali lagi Ammatowa mengutus seseorang bernama Towasara Daeng Mallipa. Adapun daerah tujuannya adalah Bontoala, daerah Kerajaan Gowa. Setelah mempelajari ajaran ajaran Islam di Gowa maka pulanglah dengan membawa ajaran berupa :
  1. Kalima Syahadat
  2. Upacara sunat atau bersunat yang lazim disebut pengislaman.
  3. Katimboangtau atau upacara perkawinan secara Islam.
  4. Bilangbangngi dan baca doang rasulung atau upacara upacara kematian dan pengubran secara Islami.
Cuma kesukarannya ialah kapankah mereka itu berangkat mempelajari agama Islam itu serta kapan pula masuknya agama Islam di Butta Toa. Pasang yang dianggap sebagai sumber dalam penulisan sejarah di Kajang, tidak menyebutkan angka tahunyang jelas. Tetapi Noerduyn ( 1972 : 71 ) berkesimpulan bahwa daerah Kajang sudah menganut Islam sejak permulaan abad XVII berdasarkan dengan datangnya Dato Ri Bandang di pelabuhan Tallo dalam tahun 1605. Tetapi walaupun mereka ini sudah resmi menganut agama Islam, mereka masih tetap melakukan kebiasaan kebiasaannya seperti adu ayam, attowana dan lain lainnya.
Lagi pula masyarakat Butta Toa tidak melakukan sembahyang lima waktu, karena adanya salah penafsiran. Ia beranggapan bahwa hubungan antara Turie Ara’na atau Tuhan dengan Manusia tidak hanya dapat dilakukan pada waktu bersembahyang saja, tetapi hubungan antara manusia dengan Tuhan setiap saat harus selalu ada. Maka terkenallah pemahaman mereka sambayang tangngattappu je’ne talluka ( sembahyang tak terputus dan wudhu tak pernah batal ). Jadi ia merasa dirinya bersembahyang terus menerus. Anggapan yang demikian itu ada karena seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang betentangan dengan kehendak Tuhan. Bukan hanya pada saat melakukan sembahyang saja, tetapi di luar waktu sembahyang pun. Hal inilah dalam keyakinan mereka yang harus dijaga jangan sampai terjadi perbuatan yang menyimpang dari kehendak ajaran Tuhan. Artinya, untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela maka seseorang itu harus sembahyang terus menerus.
Kalaulah patuntung itu dianggap sebagai agama dan Ammatowa itu sebagai pembawanya, maka ini berarti bahwa Ammatowa lah yang mendapat wahyu dari TuriE Ara’na . Tetapi Ammatowa di Butta Toa itu sifatnya berganti, malah pengangkatannya dilakukan oleh masyarakat. Ammatowa yang sudah wafat digantikan oleh orang lain yang kemudian diberi gelar Ammatowa. Sedangkan suatu Agama setelah pembawanya sudah wafat, maka tidak dapat diganti oleh siapapun.
Dalam pengertian TuriE Ara’na oleh masyarakat Butta Toa ialah Tuhan. Sama dengan penegertian Tuhan dalam agama Islam. Cuma mereka itu mengistilahkan dengan bahasanya sendiri yaitu TuriE Ara’na yang artinya adalah yang berkehendak dan yang maha berkuasa. Sedangkan Ammatowa sendiri tidaklah dianggap sebagai yang maha berkuasa. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa patuntung itu bukanlah sebagai sebuah agama atau pun kepercayaan.
B. Asal Usul Patuntung
Patuntung adalah bentuk pemerintahan yang berlaku dalam Tana Toa. Agar jelasnya penulis ungkapkan beberapa bentuk pengertian. Patuntung di sini dari asal kata Pa dan Tuntung. Pa adalah awalan yang berarti pengganti orang dan Tuntung artinya ujung. Jadi berarti Patuntung di sini ialah orang yang mencari Ujung. Maksudnya segala sesuatunya supaya dicari atau diselesaikan sesuai dengan ketentuan ketentuan yang berlaku. Ataukah mencari ujung pangkal suatu persoalan untuk mendapatkan penyelesaiannya sesuai dengan aturan yang telah disepakati secara turun temurun dalam hal ini adalah Pasang.
Adapun pengertian yang kedua adalah Tuntung yang mendapat akhira I menjadi Tuntungi yang artinya selidiki atau usahakan. Pengertian Tuntungi di sini ialah berusaha mendapatkan sesuatu hal yang berfaedah untuk kehidupan. Kalau hal ini kemudian dihubungkan dengan pemeritahan Patuntung ialah bersaha mencari kebenaran, sebab kebenaran itu harus selalu ada pada masyarakat. Dalam arti kata seseorang tidak boleh diperlakukan secara semena mena oleh pemimpin atau siapapun baik kapasitasnya sebagai pemimpin ataupun orang yang dipimpin, kalau hal itu jelas jelas bertentangan dengan Pasang. Artinya bahwa Patuntung itu menggambarkan kepada ketentuan ketentuan masyarakat atau pedoman hidup masyarakat dalam bertingkah laku demi terwujunya harmoni dalam kehidupan.
Sesuai dengan perkembangan masyarakat Tana Toa, maka Ammatowa merasa perlu pembantu pembantu untuk bersama sama dalam mengatur dan mengelola tata kehidupan masyarakatnya baik dari segi kepercayaan, sosial, adat istiadat dan hubungan kekeluargaan, pertanian dan sebagainya. Maka Ammatowa yang pertama pada saat itu yang mempunyai lima orang anak masing masing diberinya tugas. Sehingga inilah dianggap sebagai pemerintah yang pertama di Tana Toa.
Tentang Ammatowa yang pertama ini dianggap Tumanurung, artinya diturunkan oleh TuriE Ara’na. Demikianlah keyakinan masyarakat Tana Toa tentang Ammatowa, bahkan selanjutnya disebt bahwa Ammatowa itu adalah Satuli tulinai linoa artinya bahwa Ammatowa itu ada sejak bumi ini diciptakan bahkan akan tetap ada sampai bumi ini dimusnahkan oleh TuriE Ara’na.
Anaknya yang pertama diberi gelar Galla Pantama. Ia disebut demikian karena tempat daerahnya bernama Pantama. Tentang sebutan Galla ini ada yang menafsirkan berasal dari kata Gala yang artinya menghalang. Anak kedua disebutnya Galla Puto, anak ketiga Galla Kajang, Anak keempat disebutnya Galla Lombok dan anak kelima disebutnya Galla Anjuru. Demikianlah untk pertama kalinya Ammatowa membentk pembantu pembantunya untuk mengatur tata kehidupan masyarakat, dan Ammatowa sebagai penguasa tertinggi.
Karena pada mulanya Ammatowa mengambil pembantu dari kalangan anak anaknya sendiri, yang terdiri dari lima orang, maka disebutnya Limangngolorang atau lima turunan. Kemdian kelimanya ini lazim disebut Ada Limayya atau Ada Apparentayya. Namun dalam perkembangan selanjutnya anggota anggota Ada L imayya tidak lagi diambil dari turunan turunan Ammatowa bila terjadi pergantian tetapi dipilh oleh rakyatnya. Ada Limayya inilah yang diberi wewenang mengatur rakyat dengan mengikuti ketentuan Pasang. Setiap anggota masayarakat Tana Toa berusaha untk patuh, sehingga segala tuntutan pasang dapat dipenuhinya atau dapat dicapai. Bila sudah demikian maka orang itu sdah mendapat sebutan dari masyarakatnya sebagai Imannntungi. Adapun struktur pemerintahan Patuntung adalah sebagai berikut
  1. Ammatowa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
  2. Ada Limayya yang terdiri atas
a. Galla Pantama
Tempat kedudukannya di Pantama. Ia digelari juga Tingkarena Tanayya, yang berarti kerongkongannya tanah. Hukuman mati sekalipu dapat dibatalkan kalau ia yang mengusulkanya kepada Ammatowa. Ia dianggap sebagai orang kedua dari Ammatowa dalam bidang pemerintahan. Dialah yang memegang peranan utama, karena kalau ada bahaya mengancam negeri dialah yang bertindak sebagai pertahanan.
b. Galla Puto.
Galla Puto tugasnya sangat penting. Ia bertugas sebagai penghubung antara Ammatowa dengan anggota anggota ada. Jadi bila ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada anggota anggota ada ataukah sesuatu yang perlu disampaikan kepada Ammatowa maka ialah yang memiliki wewenang.
c. Galla Kajang
Tugasnya menyangkut masalah masalah kemasyarakatan. Kalau ada masyarakat yang berselisih paham maka dialah yang bertugas untuk menyelesaikannya.
d. Galla Lombok.
Tugasnya mengatur daerah daerah perbatasan, pengawasan daerah perbatasan, dan urusan keuangan.
e. Galla Anjuru.
Bertugas sebagai kepala urusan rumah tangga dan perlengkapan
  1. Ada ri Tanah Kekeya.
Yakni pemerintahan dalam lingkungan daerah yang kecil yang terdiri atas perangkata perangkatnya yang meliputi Galla Ganta, Galla Sangkala, Galla Sapo, Galla Bantalang dan Galla Batu.
  1. Ada Buttayya yang terdiri atas
a. Sanro Kajang
Tugasnya menyangkut masalah kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan rakyat. Kalau ada masyarakat yang sakit maka ia yang dimintai pertolongan tanpa bayaran.
b. Lompo Ada
Pembantu Ada bila ada upacara upacara tingkat bawah. Penghubung antara anggota ada terutama bila menghadap kepada Galla Pantama. Sering juga ia telinga dan mata ada.
c. Lompo Karaeng
Wakil Ammatowa jika berhalangan hadir dalam suatu upacara.
d. Kadaha.
Bertugas sebagai protokoler, menentukan dan mengatur hari baik dalam pelaksanaan upacara, pelaksanaan menabur benih dan penentu waktu yang baik dalam mengolah sawah.
e. Anrong Guru Lolisang
Bertugas sebagai kepala keamanan kampung.
f. Gurua.
Bertugas memimpin upacara upacara keagamaan.
C. Bentuk Pemerintahan Patuntung
Ammatowa dipilih secara tradisional dan memerintah tidak pula dalam batas waktu tertentu. Tetapi Ammatowa tidak dipilih terbatas hanya dari kalangan keluarga Ammatowa sebelumnya, tetapi siapa pun saja. Sebab yang bisa menjadi Ammatowa hanyalah orang orang yang naturungi pammase atau orang yang mendapat rahmat dari yang kuasa. Adapun syarat syarat ntuk dipilih menjadi Ammatowa adalah sebagai berikut :
  1. Ahli dalam hal pasang.
  2. Tidak pernah dilihat oleh masyarakat melakukan sesuatu yang dianggap tidak baik seperti berdusta, minum tuak, berjudi, ataupun menipu serta perbuatan lain yang tercela.
  3. Konsisten dengan apa yang pernah ia ucapkan.
  4. Perbuatannya sesuai dengan ucapannya atau satunya kata dengan perbuatan.
  5. Diyakini oleh masyarakat memiliki kesaktian dan memiliki wibawa serta disegani dan dihormati oleh masyarakat banyak.
Ammatowa memiliki daerah kekuasaan yang terdiri atas kampung kampung dan kumpulan atas beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang Galla yang merupakan hasil dari pilihan rakyat. Galla biasanya diambil dari kalangan turunan turunan adat itu sendiri di daerahnya masing masing. Selain itu seorang Galla harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup serta memiliki kharisma di masyarakatnya.
Selanjutnya seorang Ammatowa yang terpilih memiliki kewajiban untuk mengayomi dan menciptakan kesejhteraan bagi rakyatnya. Ia tidak boleh melanggar aturan aturan yang telah ditetapkan oleh pasang. Kalau Ammatowa melanggar pasang maka ia ibaratnya seperti tunas yang memanjang kemudian tiba tiba patah dan layu, kalau ia menghindari pasang maka lumpuh dan bila ia melangkahi kehendak pasang maka ia botak. Demikian ikrar itu, begitu berat tanggung jawab seorang Ammatowa yang betul betul memiliki fungsi dalam melindungi rakyatnya.
Dalam sistem pemerintahan patuntung kekuasaan tidak bersumber dari atas tetapi dari bawah, dari rakyat melalui anggota anggota adat yang dikenal sebagai ada panroakki bicarayya yang artinya hanya dewan adatlah yang berhak mengambil keputusan. Anggota anggota dewan adat inilah yang kemudian dimintai pendapat dan pertimbangannya dalam memutuskan suatu perkara, karena mereka inilah yang dianggap sebagai representasi dari rakyat banyak.
Sifat demokrasi ini bukan hanya tercermin pada cara pelaksanaan pemerintahan itu, tetapi dalam cara cara bertutur dan bertingkah laku. Dalam percakapan sehari hari sering muncul adanya istilah apa nakua toloheya yang artinya bahwa apa yang telah dikatakan dan diputuskan oleh orang banyak atau kalau orang banyak yang menghendaki demikian maka itlah yang harus diikuti. Selain itu berkembang pula prinsip le’rasa pau ada tale’rasa pau pau aranang, yang artinya batal keputusan pemerintah, tetapi keputusan yang diambil dalam musyawarah tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Sedangkan perbuatan perbuatan yang mengambarkan adanya demokrasi itu ialah adanya perbatan rera atau sistem kerja bergiliran. Setiap anggota rera mendapat giliran yang sama. sistem ini biasanya dilaksanakan ketika dalam pengolahan sawah, penanaman padi maupun dalam kegiatan membangun rumah. Demikian pula setiap orang yang memiliki hak dalam menangkap ikan dalam suatu sungai tidak boleh ada yang saling melarang.
Referensi:
Facebook:Fajar Erid
Email:fajarerid@yahoo.com
http://fajarerick.blogspot.com
Twitter:@FajarErid
Pin BB:
Instagram:Fajar_Erid