Fajar Erid

selamat datang sahabat

KABATTUANTA, Diatas papan peraduan malam sunyi Berbiaskan makam-makam tua Nama-nama kecil yang enggang terlukiskan Dalam ingatan waktu Terdengar tawa-tawa tumanurung ri boting langi Mendengdangkan musik penghibur larah Dari instrument darah tu barania Diperaduan dewata malabbiria Tertidurkan mantera-mantera bissu’ Dua api kecil Melahirkan jiwa ketiga

Keyakinan Terhadap Patuntung Masyarakat Adat Kajang


KEYAKINAN TERHADAP PATUNTUNG
Sistem Pemerintahan di Butta Toa, Kajang
oleh Fajar Erid
A. Islam dan Patuntung
Di daerah Butta Toa, Kajang salah satu wilayah yang ada di Bulukumba terdapat suatu komunitas yang memiliki sistem pemerintahan dibawah pimpinan Ammatowa yang dikenal dengan nama Patuntung. Tentang nama Patuntung ini banyak penafsiran yang berbeda beda. Baik di daerah Kajang itu sendiri maupun oleh orang orang yang ada di luar wilayah Kajang. Sehingga ada yang menafsirkan bahwa patuntung itu adalah agama sehingga terkenallah agama Patuntung di Kajang. Hal hal seperti ini banyak pula dikenal di daerah daerah lain di Sulawesi Selatan, dan disebutnya agama baru atau sautu kepeercayaan lain di luar Islam ataupun Nasrani.
Kalau ditengok pola kehidupan masyarakat yang berdiam di Butta Toa, kenyataan menunjukkan bahwa mereka banyak melakukan upacara upacara dan perhubungan antara masyarakat dengan Ammatoa. Sepintas lalu memang kita melihat atau beranggapan bahwa Ammatoa itu seolah olah Dewa bagi masyarakat setempat karena ketaatan mereka terhadap Ammatoa tersebut. Dihubungkan pula dengan adanya kepercayaan tentang Positanayya yang dianggapnya suci dan sering pula diadakan upacara di temapat ini. Malah mereka menganggap bahwa positanayya sama istimewanya dengan Makkah. Selain dari pada itu, mereka sering melakukan upacara attowana di tempat tempat yang dianggapnya keramat misalnya pada batu, pohon, dan pinggir kali. Attowana atau memberikan sesajian berupa makanan pada yang dianggap berkuasa atau TuriE Ara’na, dengan tujuan agar mereka mendapatkan keselamatan.
Dengan tradisi tradisi masyarakat yang seperti itulah ditambah pula dengan cara cara berpakaiannya yang berbeda dengan masyarakat umum yang ada di sekitarnya, yakni berpakaian serba hitam. Hal inilah yang kemudian pada gilirannya memunculkan sangkaan bahwa mereka itu tidak memeluk agama Islam.
Masyarakatnya mengenal dan percaya kepada Pasang yang berasal dari Ammatowa melalui orang orang terdekatnya atau orang orang tua. Adapun inti dari Pasang itu ialah
  1. Anre nakkulle nialle tawwa Atuya ( tidak boleh mengganggu kepercayaan orang lain )
  2. Anre nakkulle abbura bura, allukka na botoro ( tidak boleh berbohong, menipu, mencuri dan berjudi ).
  3. Anre nakkulle ammuno paranta tau ( tidak boleh membunuh orang lain, kecuali terpaksa untuk membela harga diri ).
  4. Parallui sa’bara ( harus sabar ).
  5. Parallui tuna ( harus sopan dan rendah hati ).
  6. Parallui nihargai paranta rupa tau ( harus saling menghargai sesama manusia ).
  7. Parallui atunru tunru na nibantu paranta rupatau ( harus patuh dan rela membantu sesama manusia ).
  8. Parallui ni hargai paraturanna karaengnga, ada, na Ammatowa ( patuh kepada pemerintah, adat dan Ammatowa ).
Pappasang inilah yang mereka harus ikuti dan tunduk kepada pasang. Mereka yakin bahwa melanggar pasang akan berakibat buruk kepada pribadinya atau anggota keluargnya bahkan masyarakat seluruhnya.
Kalau kita kembali mengikuti sejarah perkembangan Butta Toa, maka orang orang yang bermukim di dalamnya sudah mengenal dan menganut agama Islam sebagaimana pada masyarakat Kajang lainnya. Cuma pada mereka itu ajaran Islam secara murni tidak dipraktekkan, karena tradisi masyarakat masih lebih besar pengaruhnya. Sehingga kaburlah ajaran ajaran Islam tersebut. Lagi pula ajaran Islam yang datang di daerah itu sudah melalui beberapa aliran.
Dalam perkembangan Agama Islam di daerah Sulawesi Selatan maka daerah Kajang yang salah satunya pertama mengenal Islam ( Noerduyn, 1972 : 96 ). Dato Tiro salah seorang penyebar Agama Islam di Sulawesi Selatan pernah singgah di Kajang, kemudian melanjutkan perjalanannya ke Tiro dan akhirnya menetap di daerah ini ( Palenkahu, 1970 : 17 ). Tetapi dalam perkembangan Agama Islam di Kajang setelah Dato Tiro sudah menetap di Tiro, salah seorang Ammatowa mengirim seorang utusan yang dianggap cerdas bernama Janggo to Jarre. Ia berangkat ke Luwu untuk mempelajari agama Islam. Setelah ia pulang ia membawa ajaran ajaran Islam yang telah dipelajarinya tetapi masih terbatas pada masalah berikut.
  1. Kattere artinya potong rambut yang bermaksud sebagai pertanda penedewasaan seseorang.
  2. Kallong Tedong yaitu tentang cara penyembelihan kerbau yang Islami.
Akan tetapi Ammatowa merasa bahwa ajaran ajaran Islam yang dibawa dari luwu itu belumlah sempurna, maka sekali lagi Ammatowa mengutus seseorang bernama Towasara Daeng Mallipa. Adapun daerah tujuannya adalah Bontoala, daerah Kerajaan Gowa. Setelah mempelajari ajaran ajaran Islam di Gowa maka pulanglah dengan membawa ajaran berupa :
  1. Kalima Syahadat
  2. Upacara sunat atau bersunat yang lazim disebut pengislaman.
  3. Katimboangtau atau upacara perkawinan secara Islam.
  4. Bilangbangngi dan baca doang rasulung atau upacara upacara kematian dan pengubran secara Islami.
Cuma kesukarannya ialah kapankah mereka itu berangkat mempelajari agama Islam itu serta kapan pula masuknya agama Islam di Butta Toa. Pasang yang dianggap sebagai sumber dalam penulisan sejarah di Kajang, tidak menyebutkan angka tahunyang jelas. Tetapi Noerduyn ( 1972 : 71 ) berkesimpulan bahwa daerah Kajang sudah menganut Islam sejak permulaan abad XVII berdasarkan dengan datangnya Dato Ri Bandang di pelabuhan Tallo dalam tahun 1605. Tetapi walaupun mereka ini sudah resmi menganut agama Islam, mereka masih tetap melakukan kebiasaan kebiasaannya seperti adu ayam, attowana dan lain lainnya.
Lagi pula masyarakat Butta Toa tidak melakukan sembahyang lima waktu, karena adanya salah penafsiran. Ia beranggapan bahwa hubungan antara Turie Ara’na atau Tuhan dengan Manusia tidak hanya dapat dilakukan pada waktu bersembahyang saja, tetapi hubungan antara manusia dengan Tuhan setiap saat harus selalu ada. Maka terkenallah pemahaman mereka sambayang tangngattappu je’ne talluka ( sembahyang tak terputus dan wudhu tak pernah batal ). Jadi ia merasa dirinya bersembahyang terus menerus. Anggapan yang demikian itu ada karena seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang betentangan dengan kehendak Tuhan. Bukan hanya pada saat melakukan sembahyang saja, tetapi di luar waktu sembahyang pun. Hal inilah dalam keyakinan mereka yang harus dijaga jangan sampai terjadi perbuatan yang menyimpang dari kehendak ajaran Tuhan. Artinya, untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela maka seseorang itu harus sembahyang terus menerus.
Kalaulah patuntung itu dianggap sebagai agama dan Ammatowa itu sebagai pembawanya, maka ini berarti bahwa Ammatowa lah yang mendapat wahyu dari TuriE Ara’na . Tetapi Ammatowa di Butta Toa itu sifatnya berganti, malah pengangkatannya dilakukan oleh masyarakat. Ammatowa yang sudah wafat digantikan oleh orang lain yang kemudian diberi gelar Ammatowa. Sedangkan suatu Agama setelah pembawanya sudah wafat, maka tidak dapat diganti oleh siapapun.
Dalam pengertian TuriE Ara’na oleh masyarakat Butta Toa ialah Tuhan. Sama dengan penegertian Tuhan dalam agama Islam. Cuma mereka itu mengistilahkan dengan bahasanya sendiri yaitu TuriE Ara’na yang artinya adalah yang berkehendak dan yang maha berkuasa. Sedangkan Ammatowa sendiri tidaklah dianggap sebagai yang maha berkuasa. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa patuntung itu bukanlah sebagai sebuah agama atau pun kepercayaan.
B. Asal Usul Patuntung
Patuntung adalah bentuk pemerintahan yang berlaku dalam Tana Toa. Agar jelasnya penulis ungkapkan beberapa bentuk pengertian. Patuntung di sini dari asal kata Pa dan Tuntung. Pa adalah awalan yang berarti pengganti orang dan Tuntung artinya ujung. Jadi berarti Patuntung di sini ialah orang yang mencari Ujung. Maksudnya segala sesuatunya supaya dicari atau diselesaikan sesuai dengan ketentuan ketentuan yang berlaku. Ataukah mencari ujung pangkal suatu persoalan untuk mendapatkan penyelesaiannya sesuai dengan aturan yang telah disepakati secara turun temurun dalam hal ini adalah Pasang.
Adapun pengertian yang kedua adalah Tuntung yang mendapat akhira I menjadi Tuntungi yang artinya selidiki atau usahakan. Pengertian Tuntungi di sini ialah berusaha mendapatkan sesuatu hal yang berfaedah untuk kehidupan. Kalau hal ini kemudian dihubungkan dengan pemeritahan Patuntung ialah bersaha mencari kebenaran, sebab kebenaran itu harus selalu ada pada masyarakat. Dalam arti kata seseorang tidak boleh diperlakukan secara semena mena oleh pemimpin atau siapapun baik kapasitasnya sebagai pemimpin ataupun orang yang dipimpin, kalau hal itu jelas jelas bertentangan dengan Pasang. Artinya bahwa Patuntung itu menggambarkan kepada ketentuan ketentuan masyarakat atau pedoman hidup masyarakat dalam bertingkah laku demi terwujunya harmoni dalam kehidupan.
Sesuai dengan perkembangan masyarakat Tana Toa, maka Ammatowa merasa perlu pembantu pembantu untuk bersama sama dalam mengatur dan mengelola tata kehidupan masyarakatnya baik dari segi kepercayaan, sosial, adat istiadat dan hubungan kekeluargaan, pertanian dan sebagainya. Maka Ammatowa yang pertama pada saat itu yang mempunyai lima orang anak masing masing diberinya tugas. Sehingga inilah dianggap sebagai pemerintah yang pertama di Tana Toa.
Tentang Ammatowa yang pertama ini dianggap Tumanurung, artinya diturunkan oleh TuriE Ara’na. Demikianlah keyakinan masyarakat Tana Toa tentang Ammatowa, bahkan selanjutnya disebt bahwa Ammatowa itu adalah Satuli tulinai linoa artinya bahwa Ammatowa itu ada sejak bumi ini diciptakan bahkan akan tetap ada sampai bumi ini dimusnahkan oleh TuriE Ara’na.
Anaknya yang pertama diberi gelar Galla Pantama. Ia disebut demikian karena tempat daerahnya bernama Pantama. Tentang sebutan Galla ini ada yang menafsirkan berasal dari kata Gala yang artinya menghalang. Anak kedua disebutnya Galla Puto, anak ketiga Galla Kajang, Anak keempat disebutnya Galla Lombok dan anak kelima disebutnya Galla Anjuru. Demikianlah untk pertama kalinya Ammatowa membentk pembantu pembantunya untuk mengatur tata kehidupan masyarakat, dan Ammatowa sebagai penguasa tertinggi.
Karena pada mulanya Ammatowa mengambil pembantu dari kalangan anak anaknya sendiri, yang terdiri dari lima orang, maka disebutnya Limangngolorang atau lima turunan. Kemdian kelimanya ini lazim disebut Ada Limayya atau Ada Apparentayya. Namun dalam perkembangan selanjutnya anggota anggota Ada L imayya tidak lagi diambil dari turunan turunan Ammatowa bila terjadi pergantian tetapi dipilh oleh rakyatnya. Ada Limayya inilah yang diberi wewenang mengatur rakyat dengan mengikuti ketentuan Pasang. Setiap anggota masayarakat Tana Toa berusaha untk patuh, sehingga segala tuntutan pasang dapat dipenuhinya atau dapat dicapai. Bila sudah demikian maka orang itu sdah mendapat sebutan dari masyarakatnya sebagai Imannntungi. Adapun struktur pemerintahan Patuntung adalah sebagai berikut
  1. Ammatowa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
  2. Ada Limayya yang terdiri atas
a. Galla Pantama
Tempat kedudukannya di Pantama. Ia digelari juga Tingkarena Tanayya, yang berarti kerongkongannya tanah. Hukuman mati sekalipu dapat dibatalkan kalau ia yang mengusulkanya kepada Ammatowa. Ia dianggap sebagai orang kedua dari Ammatowa dalam bidang pemerintahan. Dialah yang memegang peranan utama, karena kalau ada bahaya mengancam negeri dialah yang bertindak sebagai pertahanan.
b. Galla Puto.
Galla Puto tugasnya sangat penting. Ia bertugas sebagai penghubung antara Ammatowa dengan anggota anggota ada. Jadi bila ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada anggota anggota ada ataukah sesuatu yang perlu disampaikan kepada Ammatowa maka ialah yang memiliki wewenang.
c. Galla Kajang
Tugasnya menyangkut masalah masalah kemasyarakatan. Kalau ada masyarakat yang berselisih paham maka dialah yang bertugas untuk menyelesaikannya.
d. Galla Lombok.
Tugasnya mengatur daerah daerah perbatasan, pengawasan daerah perbatasan, dan urusan keuangan.
e. Galla Anjuru.
Bertugas sebagai kepala urusan rumah tangga dan perlengkapan
  1. Ada ri Tanah Kekeya.
Yakni pemerintahan dalam lingkungan daerah yang kecil yang terdiri atas perangkata perangkatnya yang meliputi Galla Ganta, Galla Sangkala, Galla Sapo, Galla Bantalang dan Galla Batu.
  1. Ada Buttayya yang terdiri atas
a. Sanro Kajang
Tugasnya menyangkut masalah kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan rakyat. Kalau ada masyarakat yang sakit maka ia yang dimintai pertolongan tanpa bayaran.
b. Lompo Ada
Pembantu Ada bila ada upacara upacara tingkat bawah. Penghubung antara anggota ada terutama bila menghadap kepada Galla Pantama. Sering juga ia telinga dan mata ada.
c. Lompo Karaeng
Wakil Ammatowa jika berhalangan hadir dalam suatu upacara.
d. Kadaha.
Bertugas sebagai protokoler, menentukan dan mengatur hari baik dalam pelaksanaan upacara, pelaksanaan menabur benih dan penentu waktu yang baik dalam mengolah sawah.
e. Anrong Guru Lolisang
Bertugas sebagai kepala keamanan kampung.
f. Gurua.
Bertugas memimpin upacara upacara keagamaan.
C. Bentuk Pemerintahan Patuntung
Ammatowa dipilih secara tradisional dan memerintah tidak pula dalam batas waktu tertentu. Tetapi Ammatowa tidak dipilih terbatas hanya dari kalangan keluarga Ammatowa sebelumnya, tetapi siapa pun saja. Sebab yang bisa menjadi Ammatowa hanyalah orang orang yang naturungi pammase atau orang yang mendapat rahmat dari yang kuasa. Adapun syarat syarat ntuk dipilih menjadi Ammatowa adalah sebagai berikut :
  1. Ahli dalam hal pasang.
  2. Tidak pernah dilihat oleh masyarakat melakukan sesuatu yang dianggap tidak baik seperti berdusta, minum tuak, berjudi, ataupun menipu serta perbuatan lain yang tercela.
  3. Konsisten dengan apa yang pernah ia ucapkan.
  4. Perbuatannya sesuai dengan ucapannya atau satunya kata dengan perbuatan.
  5. Diyakini oleh masyarakat memiliki kesaktian dan memiliki wibawa serta disegani dan dihormati oleh masyarakat banyak.
Ammatowa memiliki daerah kekuasaan yang terdiri atas kampung kampung dan kumpulan atas beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang Galla yang merupakan hasil dari pilihan rakyat. Galla biasanya diambil dari kalangan turunan turunan adat itu sendiri di daerahnya masing masing. Selain itu seorang Galla harus memiliki ilmu pengetahuan yang cukup serta memiliki kharisma di masyarakatnya.
Selanjutnya seorang Ammatowa yang terpilih memiliki kewajiban untuk mengayomi dan menciptakan kesejhteraan bagi rakyatnya. Ia tidak boleh melanggar aturan aturan yang telah ditetapkan oleh pasang. Kalau Ammatowa melanggar pasang maka ia ibaratnya seperti tunas yang memanjang kemudian tiba tiba patah dan layu, kalau ia menghindari pasang maka lumpuh dan bila ia melangkahi kehendak pasang maka ia botak. Demikian ikrar itu, begitu berat tanggung jawab seorang Ammatowa yang betul betul memiliki fungsi dalam melindungi rakyatnya.
Dalam sistem pemerintahan patuntung kekuasaan tidak bersumber dari atas tetapi dari bawah, dari rakyat melalui anggota anggota adat yang dikenal sebagai ada panroakki bicarayya yang artinya hanya dewan adatlah yang berhak mengambil keputusan. Anggota anggota dewan adat inilah yang kemudian dimintai pendapat dan pertimbangannya dalam memutuskan suatu perkara, karena mereka inilah yang dianggap sebagai representasi dari rakyat banyak.
Sifat demokrasi ini bukan hanya tercermin pada cara pelaksanaan pemerintahan itu, tetapi dalam cara cara bertutur dan bertingkah laku. Dalam percakapan sehari hari sering muncul adanya istilah apa nakua toloheya yang artinya bahwa apa yang telah dikatakan dan diputuskan oleh orang banyak atau kalau orang banyak yang menghendaki demikian maka itlah yang harus diikuti. Selain itu berkembang pula prinsip le’rasa pau ada tale’rasa pau pau aranang, yang artinya batal keputusan pemerintah, tetapi keputusan yang diambil dalam musyawarah tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Sedangkan perbuatan perbuatan yang mengambarkan adanya demokrasi itu ialah adanya perbatan rera atau sistem kerja bergiliran. Setiap anggota rera mendapat giliran yang sama. sistem ini biasanya dilaksanakan ketika dalam pengolahan sawah, penanaman padi maupun dalam kegiatan membangun rumah. Demikian pula setiap orang yang memiliki hak dalam menangkap ikan dalam suatu sungai tidak boleh ada yang saling melarang.
Referensi:
Facebook:Fajar Erid
Email:fajarerid@yahoo.com
http://fajarerick.blogspot.com
Twitter:@FajarErid
Pin BB:
Instagram:Fajar_Erid

1 komentar:

ganyneargle mengatakan...

Casino & Racetrack - Mapyro
Find your nearest Casino 아산 출장안마 & Racetrack in San Diego 충주 출장안마 County, CA. See reviews, directions, 논산 출장샵 and 정읍 출장샵 information for Casino & Racetrack in 용인 출장샵 San Diego,

Posting Komentar